CERPEN: Dreams Come True

01.02

Sumber foto: Google


Oleh: Ani Sri Nuraini

Kududuk terdiam di atas sebuah saung bambu di halaman belakang rumahku, begitu nyaman dan asri. Sore itu daun dan ranting pohon terlihat melambai lembut tertiup angin. Semilir anginnya menyentuh kulitku.

Kupandangi sebuah kertas di tangan kananku. Sebuah foto bergambar pria tampan rupawan mengenakan kemeja putih dengan setelan jas berwarna hitam. Rambutnya yang hitam terlihat begitu terawat, ditambah lagi  poni dengan model menyamping membuatnya semakin terlihat tampan.

“Haaaaah, kenapa kau begitu tampan?” pujiku. Tak henti-hentinya kata itu terlontar dari bibirku. “Ya Tuhan, mungkinkah aku akan bertemu dengannya? Atau akan menikah dengannya,” batinku. “Itu tidak mungkin! Mimpi saja aku ini,” bantahku dengan cepat. Kurebahkan tubuh sembari sedikit merenggangkan tubuhku, nyaman sekali.

    Angin sore itu semakin membuat mataku ingin terpenjam. Rasa nyaman itu kembali lagi dan sedikit demi sedikit mata besarku tertutup. Aku tertidur.

Di tengah mimpiku, ku mendengar sayup-sayup suara memanggil namaku, sepertinya tak asing lagi bagiku. “Syaaa, Syasyaa.. bangun!” panggilnya. “Syaa!” suara itu semakin keras dan semakin keras “SYAAA!”.

Aku terkejut dan terbangun, hampir saja terjatuh. “Ih ganggu  aja nih,” bentakku. Hanya cengiran aneh yang terlihat dari sosok pria di depanku. “Hehehe ganggu ya?” tanyanya dengan wajah polos. “Pake ditanya lagi,” kujambak saja rambutnya yang bergelombang.

Ngapain sih ke sini? Ganggu aja ih!” hendrikku. “Ah kamu mah rese, Abangkan kangen sama kamu, kamu gak kangen apa sama Abang?” “Ganggu aja, gak tahu apa aku lagi mimpiin Abang Yesung.”

“Bener-bener nih adekku yang satu ini, bukan mimpiin Abang yang ganteng ini, eh malah mimpiin orang lain, siapa tuh Lesung Super Jontor? Abang baru pulang juga, bukannya dipeluk,” katanya.

“WHAT?! YESUNG SUPER JUNIOR, BANG!!” teriakku.

Setelah mendengar teriakanku, sosok pria itu langsung lari mengambil langkah seribu ke dalam rumah dan aku mengejarnya. Ia terlihat masuk ke dalam kamar dan mengunci dirinya di dalam kamar.

“Awas, gue aduin Papa baru rasa!” ancamku. Aku terus mendumel sepajang jalan ke arah kamarku.

Abang aku satu-satunya ini memang selalu seperti itu, dia tidak akan pernah berhenti menjahiliku dan membuatku marah. Namun, sebenarnya dia sangat baik dan perhatian. Sejujurnya, aku juga sangat rindu karena sudah lama tak berjumpa dengannya. Ia sudah lama bersekolah di Australia dan baru pulang hari ini.

“Bang Vino, Bang Vino,” gumamku sambil tertawa mengingat wajah dan tingkahnya tadi ketika lari tunggang langgang saat kukejar.


******


Saat sarapan pagi, Papa sangat bingung melihat tingkah anak perempuannya yang sangat aneh. Sebenarnya, Papa sudah mengerti jika Syasya diam, berarti ia sedang kesal. Suasana pagi itu pun sangat tegang karena tidak ada yang memulai pembicaraan.

Papa yang gerah karena kebisuan pada pagi hari ini, akhirnya ia mulai angkat bicara. “Kamu kenapa sih sayang?” tanya Papa ketika aku sedang menyuap nasi goreng yang telah tersaji di piringku. Aku diam beribu bahasa, ingin rasanya aku menjawab dan tidak ingin membuat Papa menunggu jawaban dariku. Namun sayang, kata-kata yang ingin kuucap membeku, lidahku terasa kelu.

Papa adalah orang tua tunggal. Ia adalah sosok orang tua yang sangat lembut bagiku. Mama meninggalkan Papa dan kami semua ketika aku baru berumur 13 tahun. Mama mengidap penyakit kanker ganas dan bertahun-tahun Mama harus berjuang menghadapi penyakitnya. Hingga akhirnya, kami harus mengikhlaskan Mama dipanggil Tuhan. Pada saat itu, Papa lah yang sangat sedih dan terpukul dan aku berjanji tidak ingin membuatnya bersedih.

Aku melihat sosok Abangku yang duduk di depanku. Namun, ia juga diam beribu bahasa, dari matanya terlihat sorotan rasa bersalah. Sesungguhnya aku tak tega jika tidak menegurnya semalaman ini, tapi mau bagaimana lagi, dia sudah menjelek-jelekan idolaku, aku berharap ia yang memulai untuk meminta maaf.

          Kupercepat makanku dan cepat berpamitan dengan Papa, “Pah, aku berangkat,” aku langsung mencium tangannya dan lagi-lagi aku tidak menegur Abangku. Aku melihat raut sedih di wajahnya.


******


Suasana kelas sangat riuh dan berisik. Seperti biasa Shilla dan Kokom sedang  bergosip.  Chatrin sedang berkutat dengan alat make upnya, Yusuf tertidur, dan sebagian murid lelaki bermain lempar-lemparan kertas dengan anak perempuan di kelas. Memang pada saat ini guru bahasa Inggrisku tidak masuk.

Di tengah-tengah kebisingan aku melamun. Bagaimana tidak, pada saat itu aku sangatlah malas melakukan kegiatan seperti teman-temanku lakukan.

“Doooorr!” suara teriakan itu membuyarkan lamunanku, aku menengok dan melihat ke arah pemilik suara yang mengkagetkanku. Aku melihat sosok perempuan yang ternyata sudah kukenal sejak lama. Dia lah sahabatku, Cristy.

“Hey, Nona Yesung kenapa melamun?” tanyanya. Ia memanggilku seperti itu karena ia tahu jika aku menyukai penyanyi dari Korea Selatan yang sekarang video clip-nya sering diputar di televisi swasta.

“Haah, aku lagi pusing Cris,” jelasku. Kurebahkan badanku ke kursi, lalu kuubah wajahku menjadi serius dan Cristy memperhatikanku dengan serius pula.

“Lho? Emang kamu pusing kenapa Sya?,” tanyanya lagi. “Aku pusing mikirin Yesung Cris, dia lagi apa ya? udah makan belum ya?” jelasku ngelantur.

“Aaaaah kamu mah, aku pikir kenapa!” ia pun menekukkan wajahnya seperti tidak puas akan jawabanku. Aku pun tertawa melihat wajahnya dan akhirnya kami tertawa bersama.

“Eh, btw, liburan besok kamu mau ke mana?” tanyanya. Aku menaikan bahu dan tanganku, mengisyaratkan jika kutak tahu akan ke mana. “Entahlah.”


******


Di rumah aku tidak melihat Abangku padahal aku ingin sekali memeluknya. Entah mengapa aku ingin sekali melakukan hal itu.

“Abaang, Baang,” teriakku. Kujatuhkan tasku di atas shofa dan ku telusuri isi rumah. Aku mencari di kamarnya dan di ruang-ruang yang biasanya sering ia datanginya. Namun, aku tak menemukannya.

“Haah, kemana ya Bang Vino? Aku ingin meminta maaf atas sikapku tadi pagi,” gumamku. Akhirnya, kuputuskan untuk ke halaman belakang. Aku duduk terdiam di atas saung bambu dan merenung keegoisanku.

Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara mobil berderu dari arah depan. Aku berlari sekuat tenaga. Ternyata benar, abangku baru saja pulang.

Aku berdiri di depan pintu, sambil melihat lekat-lekat ke arah Abangku, ia tersenyum.

“Abang kemana saja?” tanyaku. “Aku takut sendirian di dalam rumah,” lanjutku. “Hahaha, kamu takut? Tadi aku menemui temanku,” jawabnya.

Aku melihat ada yang aneh dari wajah, sepertinya ia sedang bahagia dan menyembunyikan sesuatu dariku. Sesuatu rahasia yang sangat besar. Mungkin saja.

            “Maafin Abang ya Dek, Abang keterlaluan bercandanya,” katanya.

“Aku juga minta maaf ya Bang, aku egois,” rengekku.

Ada rasa yang aneh saat itu, seperti ada jarak di antara kami. Apa itu karena kami jarang bertemu? Entahlah aku tidak tahu.

       “Oh iya Dek, aku punya hadiah buat kamu,” ujarnya. Sepertinya, ia mencoba mencairkan suasana di antara kami.

“Apa Bang?” tanyaku. aku sangat tidak sabar dengan apa yang akan dihadiahkannya kepadaku.

            Ia memberiku sebuah kotak berbentuk persegi panjang berbungkus kertas kado berwarna biru, warna kesukaanku. “Apa ini Bang?” tanyaku. Aku sangat bersemangat untuk cepat-cepat membuka bingkisan itu. Kurobek pembungkusnya secara perlahan agar tidak rusak.

            Mataku terbelalak melihat isi di dalamnya.

“Kyaaaa!! demi apa ini Bang?! Ini beneran?! Aku gak mimpi kan?! Alhamdulillah ya Allah.”

Aku pun berteriak kegirangan dan meloncat ke sana ke mari seperti bola yang kehilangan kendali. Aku menatap wajahnya. “Terimakasih ya Bang,” ucapku, aku pun lekas  memeluknya dan ia tersenyum bahagia.

        Aku bersiap-siap merapihkan baju-bajuku ke dalam koper besarku. Abangku sudah menungguku di garasi dan ternyata Papa pun sudah menungguku di sana.

“Pah, Papah tidak apa-apa jika kami tinggal selama seminggu?” tanyaku, “kenapa Papah tidak ikut bersama kami?” lanjutku. “Gak bisa sayang, Papah banyak kerjaan di kantor, selamat bersenang-senang ya sayang,” ia melayangkan kecupan di jidat kami.


********


           Hadiah yang diberikan Abangku adalah dua buah tiket visit ke Korea Selatan dan dua passport serta visa. Aku sangat senang, akhirnya impianku berkunjung ke Negeri Gingseng tercapai. Aku tidak pernah menyangka jika ternyata Abangku selalu memikirkanku.

           Ia menjelaskanku, selama seminggu ke Korea kami akan mengunjungi tempat-tempat hiburan yang terkenal di sana. Yang membuatku semakin senang hingga rasanya ingin meledak adalah kami akan mengunjungi kantor SM Entertaiment, tempat Yesung Super Junior berlatih.

       Aku tidak membayangkan akan bertemu dengannya, eksklusif. Aku tidak menyangka akan melihat idolaku secara lansung.

Saat berjalan menuju pesawat, Abang menceritakan semua yang ia lakukan kemarin. Sebelum ia pulang ke rumah, ia sempat menemui temannya terlebih dahulu untuk membicarakan perjalanan ini. Ia menceritakan kepada temannya tentangku.

Temannya memiliki peranan penting di kantor SM Entertainment. Oleh sebab itu, ia bisa mengizinkanku untuk bertemu Yesung.

       Aku lihat lagi lekat-lekat wajah Abangku dan cepat-cepat kurangkul lengannya ketika memasuki lorong ke arah pesawat yang akan membawa kami ke Negeri Gingseng. “Terimakasih Bang, my dreams come true,” ucapku. Ia tersenyum dan mengacak rambutku.

“Tunggu kami wahai Negeri Para Oppa,” batinku.



End
(ASN)

You Might Also Like

1 komentar

Popular Posts

Like me on Facebook

Nisud: