CERBUNG SUMMER: Menyusul Cinta Masa Lalu (PART 1)

03.11

https://pixabay.com/en/teddy-mouse-heart-love-3215450/



  Setelah menepuh perjalanan yang sangat jauh, akhirnya ku menginjakan kaki di bandara internasional Toronto.

“Haaaah~ selamat tinggal Jakarta, selamat datang Kanada, ku akan memulai perjalanan baruku,” batinku.

Kupandangi sudut demi sudut bandara yang sudah tua ini. Tiba-tiba pandanganku terpusat pada sebuah jam dinding yang bertengger di dinding di sudut sana.

Kupastikan jarum jam itu sama seperti arloji yang kupakai—pastinya sudah kuatur sebelumnya. Sudah pukul 11 pagi waktu setempat dan seseorang yang kutunggu belum kunjung datang.

Kuperhatikan satu persatu orang-orang yang berjajar di pintu kedatangan. Tak ada di antara mereka yang memegang secarik kertas bertuliskan namaku.

Haaaah~ benar kataku, orang yang kutunggu belum juga datang.

Kuterus berjalan meninggalkan kerumunan orang hingga membawaku ke sebuah restoran terdekat di dalam bandara. Aku akan menunggunya di sana, hitung-hitung sembari mengisi ‘kantung bahan bakar’ di perutku, pikirku.

Saat menyantap sandwich-ku yang kedua, tiba-tiba datang seorang pria menghampiriku dan duduk di depanku. Aku sangat gembira saat melihatnya, kulayangkan pelukan terhangatku.

Yap, dia yang kutunggu—seseorang yang menjadi motivasiku untuk menyusulnya ke sini.  
∆∆∆

     Kupandangi seorang pria manis yang berdiri tepat di hadapanku. Ia tampak menggebu menjabarkan satu persatu program kerja yang dimiliki di depan para anggota lainnya. Ku tak begitu terlalu perduli dengan apa yang ia bicarakan. Pikiranku saat itu hanya dipenuhi dengan hayalan-hayalan tentang dirinya.


Ku tersenyum dan sesekali mengangguk tanda setuju dengan apa yang ia bicarakan.  Ku terus memandanginya dan melamun hingga ku tak peduli dengan sekitarku.

Matahari siang itu sangat terik sehingga ruangan yang tidak terlalu besar ini menjadi sangat panas. Ketidaksediaan kipas angin pun membuatnya semakin panas. Sepertinya musim panas sudah datang dan aku sangat membencinya.

Ketika orang lain menyukai musim panas karena itu adalah waktu yang tepat untuk menikmati liburan, itu tidak berlaku denganku. Bukan karena aku takut hitam, tapi karena kisah yang menyedihkan di balik itu.

Namun, setelah mengenal dengan dirinya, musin panas yang menurutku sangat panas ini berubah menjadi hangat. Hangat yang menentramkan hati.

“Taa, Taa, Hallo, Tita!” panggilmu. “Ava Shakina Tita!” panggilmu lagi dengan lebih keras. Aku terkejut hingga terjatuh dari bangkuku, lamunanku buyar seketika.

“Aduh, duh, duh sakit!” eluhku sembari terus mengelus bokong yang sepertinya lebam akibat kerasnya benturan antara tulang bokong dengan lantai.

Kau menghampiriku dan megulurkan tanganmu, “Kau tak apa-apa?” tanyamu. “Maaf, aku tak bermaksud membuatmu terjatuh,” lanjutmu.

Kuraih uluran tanganmu sembari memberikan ekspresi kesakitan. “Agak sedikit sakit sih, tapi enggak apa-apa kok, maaf ya Kak,” jawabku menyesal.

Ya aku tidak ingin menyalahkannya karena telah membuatku terjatuh. Aku tahu, aku juga ambil adil atas kecerobohanku melamun saat rapat Osis berlangsung.

Kubenarkan posisi dudukku senyaman mungkin dan kali ini aku akan memperhatikannya—benar-benar memperhatikannya.

Kau terus menjelaskan program-program osis unggulanmu dan memberikan tugas pada tiap-tiap orang yang ada pada ruangan rapat.

“Ava Shakina Tita, kamu menjabat sebagai bendahara, keberatan atau tidak?” tanyamu. Aku tercengang ketika mendapatkan tugas tersebut. Ya maksudku, aku tak percaya mendapatkan tugas penting seperti itu karena dapat duduk satu ruangan dengan dirinya saja sudah membuatku senang.

“Hah?! ini beneran, Kak? Enggak kok, aku gak keberatan.” Jawabku cepat.

Akhirnya, rapat Osis selesai. Kurapihkan peralatan tulisku dan segera pulang. Ruangan saat itu sudah mulai kosong. Lalu, tiba-tiba kaudatang menghampiri mejaku.

“Hai, bokongmu masih sakit tidak?” tanyamu.

“Oh, hai Kak Aarju. Sedikit, hehe,”  jawabku dengan senyum termanisku.

“Maaf ya udah buat kamu kaget. Rumahmu di mana?  aku antar sampai rumah ya?” katamu sembari menunjukan wajah bersalah.

“Hah? Enggak, enggak kak aku yang salah. Memangnya tak merepotkan?” tanyaku dan kau menggeleng.

Kak Aarju adalah kakak kelasku. Tidak hanya manis, kaya, terkenal, keren, dan disukai para gadis di sekolah, tapi ia juga sangat baik.

Dari semua hal bagus di dirinya, yang lebih kusuka ialah sikap ramahnya yang sangat luar biasa. Aku baru pertama kali bertemu dengan makluk Tuhan yang sesempurna ini.

Ya ampun Kak Aarju, Binara Aarju, kau telah mencuri hatiku!
∆∆∆


          Kau terlihat sangat berbeda dari terakhir yang kulihat. Badan kerempengmu sudah terlihat berisi dan berotot. Garis wajah manis kekanak-kanakanmu sudah berubah menjadi tegas. Kau tampak lebih tampan dan dewasa.

Perubahan dirimu yang sangat signifikan ini membuatku mejadi lebih tenang. Lebih tenang karena kau terlihat baik-baik saja.

Kau tampak fokus dengan jalan di depanmu dan aku memperhatikan jalan di sekitarku. 
“Woaah, keren banget ya? Pantes saja kamu betah di sini,” tanyaku sembari melayangkan pandanganku ke penjuru jalan dari balik kaca mobil milikmu.

 “Memang sangat keren dan kau harus melihat Victoria Park yang indah saat musim panas!” Jawabmu dan kau mempercepat laju mobilmu.

Aku pun melirikmu sembari tersenyum. “Kapan-kapan ajak aku ke sana ya?”.
∆∆∆


            Ciiitt.... Mobilmu berhenti tepat di depan rumahku.

“Terimakasih ya Kak, jadi ngerepotin begini padahal bongkongku gak kenapa-kenapa  kok.”

 “Haha, sama-sama. Gak ngerepotin kok. yaudah aku pulang dulu ya,” pamitmu dan aku melambaikan tanganku.

Kuperhatikan mobilmu hingga menghilang di persimpangan jalan komplek.

Bruuk.... Kubanting badanku ke kasur dan kupeluk boneka beruang besar kesayanganku—pemberian mendiang Papah.

“Woaah.... Senangnya.” Kupeluk boneka itu lebih kencang.

 “Hai Ted, aku sangat senang sekali hari ini,” curahku padanya. “Karena aku lagi senang, dan sekarang sedang musim panas, aku mau tambahin nama kamu jadi Ted Summer, bagaimana?” tanyaku pada boneka besar berukuran 1,5 meter ini, tampa menghiraukan ia dapat menjawabnya atau tidak.

Ted adalah boneka beruang besar yang diberikan Papah kepadaku sebagai hadiah ulang tahun saat ku berumur 12 tahun. Boneka besar inilah teman curhatku di rumah.

Meskipun sudah tua, Ted selalu kurawat dengan baik. Oleh karena itu, Ted tetap terlihat seperti boneka baru.

 “Ini ya yang dinamakan cinta, Ted?” tanyaku.

“Rasanya itu kaya ada kupu-kupu yang terbang ke sana ke mari.”

“Terasa menggelitik, tepat di sini, Ted.” Kuraih tangan empuk Teddy dan kuletakan di dadaku. Lalu, kutarik Teddy ke dalam dekapanku.  

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 6 sore. Sepertinya, aku melewatkan sesuatu.

“Astaga! Sudah jam segini! Kalau Mamah tahu aku belum mandi, bisa diomelin,” gumamku.
Aku pun bergegas pergi ke kamar mandi.


Bersambung~

(ASN)




You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like me on Facebook

Nisud: