Kududuk
terdiam di atas sebuah saung bambu di halaman belakang rumahku, begitu nyaman
dan asri. Sore itu daun dan ranting pohon terlihat melambai lembut tertiup
angin. Semilir anginnya menyentuh kulitku.
Kupandangi
sebuah kertas di tangan kananku. Sebuah foto bergambar pria tampan rupawan mengenakan
kemeja putih dengan setelan jas berwarna hitam. Rambutnya yang hitam terlihat
begitu terawat, ditambah lagi poni
dengan model menyamping membuatnya semakin terlihat tampan.
“Haaaaah,
kenapa kau begitu tampan?” pujiku. Tak henti-hentinya kata itu terlontar dari
bibirku. “Ya Tuhan, mungkinkah aku akan bertemu dengannya? Atau akan menikah
dengannya,” batinku. “Itu tidak mungkin! Mimpi saja aku ini,” bantahku dengan
cepat. Kurebahkan tubuh sembari sedikit merenggangkan tubuhku, nyaman sekali.
Angin sore itu semakin membuat mataku
ingin terpenjam. Rasa nyaman itu kembali lagi dan sedikit demi sedikit mata besarku
tertutup. Aku tertidur.
Di
tengah mimpiku, ku mendengar sayup-sayup suara memanggil namaku, sepertinya tak
asing lagi bagiku. “Syaaa, Syasyaa.. bangun!” panggilnya. “Syaa!” suara itu
semakin keras dan semakin keras “SYAAA!”.
Aku terkejut dan terbangun, hampir saja terjatuh. “Ih ganggu aja
nih,” bentakku. Hanya cengiran aneh yang terlihat dari sosok pria di depanku.
“Hehehe ganggu ya?” tanyanya dengan wajah polos. “Pake ditanya lagi,” kujambak saja rambutnya yang bergelombang.
“Ngapain sih ke sini? Ganggu aja ih!” hendrikku.
“Ah kamu mah rese, Abangkan kangen sama kamu, kamu gak kangen apa sama Abang?” “Ganggu aja, gak tahu apa aku lagi mimpiin Abang Yesung.”
“Bener-bener
nih adekku yang satu ini, bukan mimpiin Abang yang ganteng ini, eh malah
mimpiin orang lain, siapa tuh Lesung Super Jontor? Abang baru pulang juga,
bukannya dipeluk,” katanya.
“WHAT?!
YESUNG SUPER JUNIOR, BANG!!” teriakku.
Setelah
mendengar teriakanku, sosok pria itu langsung lari mengambil langkah seribu ke dalam
rumah dan aku mengejarnya. Ia terlihat masuk ke dalam kamar dan mengunci
dirinya di dalam kamar.
“Awas,
gue aduin Papa baru rasa!” ancamku. Aku terus mendumel sepajang jalan ke arah
kamarku.
Abang
aku satu-satunya ini memang selalu seperti itu, dia tidak akan pernah berhenti
menjahiliku dan membuatku marah. Namun, sebenarnya dia sangat baik dan
perhatian. Sejujurnya, aku juga sangat rindu karena sudah lama tak berjumpa
dengannya. Ia sudah lama bersekolah di Australia dan baru pulang hari ini.
“Bang Vino,
Bang Vino,” gumamku sambil tertawa mengingat wajah dan tingkahnya tadi ketika
lari tunggang langgang saat kukejar.
******
Saat
sarapan pagi, Papa sangat bingung melihat tingkah anak perempuannya yang sangat
aneh. Sebenarnya, Papa sudah mengerti jika Syasya diam, berarti ia sedang
kesal. Suasana pagi itu pun sangat tegang karena tidak ada yang memulai
pembicaraan.
Papa
yang gerah karena kebisuan pada pagi hari ini, akhirnya ia mulai angkat bicara.
“Kamu kenapa sih sayang?” tanya Papa ketika aku sedang menyuap nasi goreng yang
telah tersaji di piringku. Aku diam beribu bahasa, ingin rasanya aku menjawab
dan tidak ingin membuat Papa menunggu jawaban dariku. Namun sayang, kata-kata
yang ingin kuucap membeku, lidahku terasa kelu.
Papa
adalah orang tua tunggal. Ia adalah sosok orang tua yang sangat lembut bagiku. Mama
meninggalkan Papa dan kami semua ketika aku baru berumur 13 tahun. Mama mengidap
penyakit kanker ganas dan bertahun-tahun Mama harus berjuang menghadapi
penyakitnya. Hingga akhirnya, kami harus mengikhlaskan Mama dipanggil Tuhan. Pada
saat itu, Papa lah yang sangat sedih dan terpukul dan aku berjanji tidak ingin
membuatnya bersedih.
Aku melihat
sosok Abangku yang duduk di depanku. Namun, ia juga diam beribu bahasa, dari
matanya terlihat sorotan rasa bersalah. Sesungguhnya aku tak tega jika tidak
menegurnya semalaman ini, tapi mau bagaimana lagi, dia sudah menjelek-jelekan
idolaku, aku berharap ia yang memulai untuk meminta maaf.
Kupercepat makanku dan cepat berpamitan dengan Papa, “Pah, aku
berangkat,” aku langsung mencium tangannya dan lagi-lagi aku tidak menegur Abangku.
Aku melihat raut sedih di wajahnya.
******
Suasana
kelas sangat riuh dan berisik. Seperti biasa Shilla dan Kokom sedang bergosip. Chatrin sedang berkutat dengan alat make upnya, Yusuf tertidur, dan sebagian murid lelaki bermain lempar-lemparan
kertas dengan anak perempuan di kelas. Memang pada saat ini guru bahasa Inggrisku
tidak masuk.
Di
tengah-tengah kebisingan aku melamun. Bagaimana tidak, pada saat itu aku sangatlah
malas melakukan kegiatan seperti teman-temanku lakukan.
“Doooorr!”
suara teriakan itu membuyarkan lamunanku, aku menengok dan melihat ke arah
pemilik suara yang mengkagetkanku. Aku melihat sosok perempuan yang ternyata
sudah kukenal sejak lama. Dia lah sahabatku, Cristy.
“Hey,
Nona Yesung kenapa melamun?” tanyanya. Ia memanggilku seperti itu karena ia
tahu jika aku menyukai penyanyi dari Korea Selatan yang sekarang video clip-nya sering diputar di
televisi swasta.
“Haah,
aku lagi pusing Cris,” jelasku. Kurebahkan badanku ke kursi, lalu kuubah wajahku
menjadi serius dan Cristy memperhatikanku dengan serius pula.
“Lho?
Emang kamu pusing kenapa Sya?,” tanyanya lagi. “Aku pusing mikirin Yesung Cris,
dia lagi apa ya? udah makan belum ya?” jelasku ngelantur.
“Aaaaah
kamu mah, aku pikir kenapa!” ia pun menekukkan wajahnya seperti tidak puas akan
jawabanku. Aku pun tertawa melihat wajahnya dan akhirnya kami tertawa bersama.
“Eh, btw, liburan besok kamu mau ke mana?”
tanyanya. Aku menaikan bahu dan tanganku, mengisyaratkan jika kutak tahu akan
ke mana. “Entahlah.”
******
Di
rumah aku tidak melihat Abangku padahal aku ingin sekali memeluknya. Entah mengapa
aku ingin sekali melakukan hal itu.
“Abaang,
Baang,” teriakku. Kujatuhkan tasku di atas shofa dan ku telusuri isi rumah. Aku
mencari di kamarnya dan di ruang-ruang yang biasanya sering ia datanginya.
Namun, aku tak menemukannya.
“Haah,
kemana ya Bang Vino? Aku ingin meminta maaf atas sikapku tadi pagi,” gumamku. Akhirnya,
kuputuskan untuk ke halaman belakang. Aku duduk terdiam di atas saung bambu dan
merenung keegoisanku.
Tiba-tiba
terdengar sayup-sayup suara mobil berderu dari arah depan. Aku berlari sekuat
tenaga. Ternyata benar, abangku baru saja pulang.
Aku
berdiri di depan pintu, sambil melihat lekat-lekat ke arah Abangku, ia
tersenyum.
“Abang
kemana saja?” tanyaku. “Aku takut sendirian di dalam rumah,” lanjutku. “Hahaha,
kamu takut? Tadi aku menemui temanku,” jawabnya.
Aku
melihat ada yang aneh dari wajah, sepertinya ia sedang bahagia dan
menyembunyikan sesuatu dariku. Sesuatu rahasia yang sangat besar. Mungkin saja.
“Maafin Abang ya Dek, Abang keterlaluan bercandanya,” katanya.
“Aku
juga minta maaf ya Bang, aku egois,” rengekku.
Ada
rasa yang aneh saat itu, seperti ada jarak di antara kami. Apa itu karena kami
jarang bertemu? Entahlah aku tidak tahu.
“Oh iya Dek, aku punya hadiah buat kamu,” ujarnya. Sepertinya, ia
mencoba mencairkan suasana di antara kami.
“Apa Bang?”
tanyaku. aku sangat tidak sabar dengan apa yang akan dihadiahkannya kepadaku.
Ia memberiku sebuah kotak berbentuk persegi panjang berbungkus kertas
kado berwarna biru, warna kesukaanku. “Apa ini Bang?” tanyaku. Aku sangat bersemangat
untuk cepat-cepat membuka bingkisan itu. Kurobek pembungkusnya secara perlahan agar
tidak rusak.
Mataku terbelalak melihat isi di dalamnya.
“Kyaaaa!!
demi apa ini Bang?! Ini beneran?! Aku gak
mimpi kan?! Alhamdulillah ya Allah.”
Aku pun
berteriak kegirangan dan meloncat ke sana ke mari seperti bola yang kehilangan
kendali. Aku menatap wajahnya. “Terimakasih ya Bang,” ucapku, aku pun lekas memeluknya dan ia tersenyum bahagia.
Aku bersiap-siap merapihkan baju-bajuku ke dalam koper besarku. Abangku
sudah menungguku di garasi dan ternyata Papa pun sudah menungguku di sana.
“Pah, Papah
tidak apa-apa jika kami tinggal selama seminggu?” tanyaku, “kenapa Papah tidak
ikut bersama kami?” lanjutku. “Gak
bisa sayang, Papah banyak kerjaan di kantor, selamat bersenang-senang ya
sayang,” ia melayangkan kecupan di jidat kami.
********
Hadiah yang diberikan Abangku adalah dua buah tiket visit ke Korea Selatan dan dua passport serta visa. Aku sangat senang,
akhirnya impianku berkunjung ke Negeri Gingseng tercapai. Aku tidak pernah menyangka
jika ternyata Abangku selalu memikirkanku.
Ia menjelaskanku, selama seminggu ke Korea kami akan mengunjungi
tempat-tempat hiburan yang terkenal di sana. Yang membuatku semakin senang
hingga rasanya ingin meledak adalah kami akan mengunjungi kantor SM
Entertaiment, tempat Yesung Super Junior berlatih.
Aku tidak membayangkan akan bertemu dengannya, eksklusif. Aku tidak
menyangka akan melihat idolaku secara lansung.
Saat berjalan
menuju pesawat, Abang menceritakan semua yang ia lakukan kemarin. Sebelum ia
pulang ke rumah, ia sempat menemui temannya terlebih dahulu untuk membicarakan
perjalanan ini. Ia menceritakan kepada temannya tentangku.
Temannya
memiliki peranan penting di kantor SM Entertainment. Oleh sebab itu, ia bisa
mengizinkanku untuk bertemu Yesung.
Aku lihat lagi lekat-lekat wajah Abangku dan cepat-cepat kurangkul
lengannya ketika memasuki lorong ke arah pesawat yang akan membawa kami ke
Negeri Gingseng. “Terimakasih Bang, my
dreams come true,” ucapku. Ia tersenyum dan mengacak rambutku.
“Tunggu kami wahai Negeri
Para Oppa,” batinku.
End
(ASN)